Kamis, 09 April 2015

Fraud Tree dan Pencegahannya


Fraud atau kecurangan adalah sebuah kerugian yang dialami oleh tiap perusahaan atau organisasi. Fraud dapat diartikan sebagai kecurangan. Dalam hal ini kecurangan dapat dilakukan oleh siapa saja, baik oleh sorang karyawan biasa, maupun manajer yang memiliki kedudukan tinggi dalam sebuah organisasi.
Penyebab terjadinya fraud dapat bermacam-macam. Akan tetapi, Cressey dalam risetnya telah merangkum faktor-faktor apa saja yang dapat menyebabkan orang untuk melakukan fraud. Hasil penelitian Cressey ini kemudian disebut dengan Fraud Triangle. Teori ini juga dianggap sebagai teori yang paling komprehensif menjelaskan tentang latar belakang orang melakukan tindak kejahatan, khususnya fraud. Selanjutnya Fraud Triangle terdiri atas:
·          

      Pressure

Tekanan merupakan salah satu penyebab mengapa seseorang melakukan fraud. Tekanan dapat terjadi karena beberapa hal. Namun biasanya, tekanan ekonomilah yang paling sering menyebabkan orang dapat melakukan fraud. Sebagai contoh ketika seseorang yang sedang dililit hutang, maka dia bisa dengan nekat mencuri uang milik perusahaan tempat dia bekerja.
·          
      Opportunity

Kemudian setelah tekanan, fraud dapat terjadi karena adanya kesempatan. Dalam hal ini kesempatan dapat terkait dengan kedudukan seseorang dalam sebuah perusahaan maupun kemampuan atau skill orang yang dimiliki orang tersebut.
·          
      Rationalization

Yang terakhir adalah rasionalisasi. Dalam hal ini, ketika seseorang melakukan fraud, orang tersebut menganggap bahwa tindakan fraud adalah sebuah tindakan yang rasional dilakukan di tempat dia bekerja, sehingga dia sah-sah saja untuk ikut melakukan kecurangan.

Kemudian bagiamana dengan jenis-jenis fraud? Jika dijabarkan sebenarnya jenis-jenis fraud dapat jadi bermacam-macam. Jika di Indonesia ada banyak kasus korupsi, maka tindakan korupsi juga termasuk dalam fraud. Jenis-jenis fraud yang lain dijelaskan oleh ACFE(Associated of Certified Fraud Examiner) dalam fraud tree berikut



Berdasarkan bagan diatas, fraud terbagi dalam 3 kelompok besar yaitu Corruption, Asset Misappropriation dan Fraudulent Statement. Dari 3 kelompok besar tersebut nantinya akan diklasifikasi lagi.

Corruption
Korupsi disini merupakan penyalahgunaan wewenang. Maka dari itu pelaku korupsi ini biasanya merupakan orang-orang yang memiliki kedudukan dalam suatu instansi maupun organisasi. Contohnya bisa kita lihat sendiri pada banyak kasus yang terjadi di Indonesia. Biasanya koruptor tersebut merupakan pejabat negara atau instansi yang memiliki kewenangan tertentu. Terjadinya korupsi bisa terjadi karena beberapa hal, antara lain:
·         
          Konflik Kepentingan. Hal ini sering kita jumpai dalam berbagai bentuk, di antaranya bisnis pelat merah atau bisnis pejabat dan keluarga beserta kroni mereka yang menjadi pemasok atau rekanan di lembaga-lembaga pemerintah dan di dunia bisnis sekalipun.
·      
       Penyuapan. Praktek-praktek penyuapan sesungguhnya banyak terjadi dalam dunia bisnis di sekitar kita. Penyuapan biasanya dilakukan agar dapat menghindari prosedur atau birokrasi yang terkesan berbelit-belit. Penyuapan ada berbagai macam bentuknya. Kickback meruapkan salah satu bentuk penyuapan dimana penjual menyerahkan sebagian dari hasil penjualannya. Prosentase yang diserahkan itu bisa diatur dimuka atau diserahkan sepenuhnya kepada penjual. Dalam hal terakhir, apabila penerima kickback mengganggap kickback yang diterimanya terlalu kecil maka dia akan mengalihkan bisnisnya ke rekanann yang mampu memberi kickback yang lebih tinggi.

·       Illegal Gratuities adalah pemberian arau hadiah yang merupakan dalam bentuk terselubung atau sering disebut juga sebagai gratifikasi.

Asset Misappropriation

Merupakan pengambilan asset secara illegal atau sering juga disebur sebagai penggelapan. Asset missappropriation biasanya dilakukan dengan 3 cara antara lain:
·         Skimming: dalam skimming uang dijarah sebelum uang tersebut secara fisik masuk ke perusahaan. Cara ini terlihat dalam fraud yang sangat dikenal oleh auditor, yaitu lapping.
·         Larceny. Berbeda dengan skimming, maka larceny yaitu menjarah uang ketika sudah masuk dalam perusahaan. Dalam fraud tree larceny ada 5 yaitu billing schemes, Payroll Schemes, Expense Reimbursement Schemes, Check Tampering dan Register Disbursement
Ø  Billing Schemes: adalah skema dengan menggunakan proses billing atau pembebanan tagihan sebagai sarananya. Pelaku dapat mendirikan perusahaan bayangan yang seolah-olah merupakan pemasok atau rekanan atau kontraktor sungguhan. Perusahaan bayangan ini merupakan sarana untuk mengalirkan dana secara tidak sah ke luar perusahaan.
Ø  Payroll Schemes: adalah sekema melalui pembayaran gaji. Bentuk permainannya antara lain dengan pegawai atau karyawan fiktif. Atau dalam pemalsuan jumlah gaji. Jumlah gaji yang dilaporkan lebih besar dari gaji yang dibayarkan.
Ø  Expense Reimbursement Schemes. Sekam melalui pembayaran kembali-biaya-biaya, misalnya biaya perjalanan. Contoh seorang salesman mengambil uang muka perjalanan dan sekembalinya dari perjalanan dia membuat perhitungan biaya perjalanan. Kalau biaya perjalanan melampaui melampaui uang mukanaya, ia akan meminta penggantian. Ada beberapa cara skema melalui reimbursement ini. rincian biaya menyamarkan jenis pengeluaran yang sebenarnya atau biayanya dilaporkan lebih besar dari pengeluaran sebenarnya.
Ø  Check Tampering: pemalsuan cek
Ø  Register Disbursement adalah pengeluaran yang sudah masuk dalam Cash Register. Skema ini melalui register disbursement pada dasarnya ada dua yaitu pengembalian uang yang dibuat-buat dan pembatalan palsu.

·         Fraudulent Statement
Fraud yang berkenaan dengan penyajian laporan keuangan. Ada beberapa cara yang dapar dilakukan antara lain menyajikan asset atau pendapatan lebih tinggi dari yang sebenarnya dan juga menyajikan asset atau pendapatan lebih rendah dari yang sebenarnya.

Pencegahan Fraud

Ada banyak cara yang dipakai untuk mencegah fraud. Dalam teori fraud untuk mendeteksi sebuah fraud dimulai dengan mengidentifikasi skema fraud yang sering digunakan dan bagaimana fraud tersebut dapat terjasi. Tetapi untuk membuktikannya penyekidik perlu mengetahui skema fraud, fraud triangle, sesuatu mengenai pengendalian dan juga beberapa indikasi mengenai fraud.

Dalam penelitian dari ACFE mengemukakan bahwa dalam beberapa tahun dari mulai 1996 hingga 2008 kasus fraud dapat diungkap karena adanya tip atau aduan. Selain itu fraud dapat diketahui dengan tanpa disengaja, internal audit, internal audit. Kemudian fraud juga dapat diketahui karena adanya pemeriksaan pihak luar seperti kantor akuntan publik yang melaksanakan audit tahunan dan juga dari penegak hukum.
Metode lain dapat dikembangkan untuk pencegahan fraud secara umum maupun secara spesifik. Beberapa metode dapat digunakan sebagai deteksi secara umum antara lain:


·         Internal audit yang secara aktif terlibat dalam aktivitas pencegahan fraud.
·         Sarbanes Oxley Act section 404 yang dapat memberikan petunjuk untuk mengidentifikasi kelemahan dari yang bisa mengakibatkan resiko lebih tinggi untuk area atau proses bisnis
·      Analisis vertikal dan horisontal pada laporan keuangan, khususnya ketika perbandingan antara unit bisnis dan data.
·  Analisis rasio, khususnya menganalisis trend dalam beberapa tahun terakhir dan dengan membandingkan unit bisnis dengan unit lainnya dan juga dengan perusahaan secara keseluruhan.
·        Audit mendadak atau perhitungan kas secara mendadak.
·   Aduan secara anonim dan sistem pengaduan dimana karyawan, vendor atau pelanggan dapat mengakses dengan mudah, nyaman dan aman.
·        Data mining untuk mendetekasi adanya indikasi kecurangan.

Penelitian mengenai skema fraud yang dilakukan jajaran tinggi dalam perusahaan dan juga indikasi dari tiap fraud adalah kunci sukses dalam mendeteksi terjadinya frud. Melalui pengertian dan analisis dalam mengetahui indikasi kecurangan akan membantu dalam mengembangkan metode deteksi fraud, penelitian dari ACFE sendiri telah memberikan pandangan dalam metode deteksi yang efektif. 

Artikel ini dibuat dalam rangka tugas mata kuliah metode dan tekhnik investigasi
Nama: Ari Santoso
NIM: 13919023
Dosen: Yudi Prayudi S.Si.,M.Kom

Tahapan framework investigasi digital Forensik dalam Perspektif Akuntan



Dalam Akuntansi Forensik memiliki kerangaka investigasi yang dibuat oleh Association of Certified Fraud Examiner. Tahapan-tahapannya yaitu tahapan sebagai berikut:

Predication: merupakan keseluruhan keadaan dimana seorang auditor forensik mempunyai prasangka memadai bahwa audit forensik layak untuk dilaksanakan. Prasangkan tersebut bukan hanya prasangkan semata karena harus didukung oleh data-data pendukung. Selain itu prasangka juga harus berasal dari sumber yang jelas. sebagai contoh terjadinya kejanggalan akuntansi. Yaitu terjadi proses akuntansi yang tidak biasa, atau ada proses yang harusnya ada namun dihilangkan. Proses tersebut harus didukung oleh data-data. Selain itu prasangka juga didapat karena adanya ‘tip’ atau aduan dari pihak internal atau eksternal perusahaan yang mengindikasikan adanya kecurangan.

Fraud Theory Development. Dalam pembuatan sebuah teori terdiri dari beberapa tahapan, antara lain adalah analisa data, pembuatan hipotesis dan juga pengujian hipotesis. Pada tahapan analisis data, pengumpulan data merupakan hal yang penting sebelum dibangun sebuah hipotesis. Terkait dengan proses predication, pada tahapan analisis data membutuhkan data pendukung yang lebih banyak. Sebagai contoh ketika adanya laporan dari whistleblower, maka dibutuhkan adanya data yang mencukupi. Misalnya seorang akuntan forensik menerima aduan bahwa manajer pengadaan melakukan skema kickback yang melibatkan vendor. Maka dalam hal ini akuntan harus memiliki data-data dari bagian pengadaan maupun data-data dari vendor. Selain itu data juga bisa didapat dari analisis laporan keuangan.

Setelah data-data terkumpul, maka selanjutnya adalah pembuatan hypothesis. Dalam pembuatan hypothesis akuntan dorensik mendasarkan pada worst-case scenario dimana akuntan menganggap telah terjadi kecurangan dalam perusahaan. Sebagai contoh adalah: manajer pengadaan menerima suap untuk memenangakn satu vendor dalam tendet pengadaan barang persediaan. Hypotesis dbuat untuk tujuan spesifik. Maka dalam hypotesis ada kata yang berarti tuduhan secara spesifik antara lain suap, penggelapan asset atau manipulasi laporan keuangan.

Setelah dibangun sebuah hypotesis maka kemudian hypotesis akan diuji. Dalam pengujian hipotesis akuntan menggunakan what-if scenario. Contoh jika manajer pengadaan benar-benar menerima suap dari vendor maka akan ditemukan fakta bahwa

  • Adanya hubungan pribadi antara manajer pengadaan dan vendor
  • Manajer pengadaan mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi keputusan untuk memilih vendor tertentu
  • Harga produk yang dibeli akan lebih tinggi namun kualitas akan lebih rendah
  • Gaya hidup berlebihan dari manajer pengadaan
Pengujian juga dilakukan dengan analisis. Dalam tahapan analisis ini dapat berupak dokumen analisis dan juga wawancara. Dalam analisis dokumen, data yang diperoleh dapat berasal dari dokumen fisik maupun berupa softcopy. Yang perlu diingat adalah ketika akuntan forensik berhadapan dengan bukti digital maka yang perlu diperhatikan adalah jangan menggunakan bukti asli untuk mengalaisis data. Sehingga akuntan forensik perlu menggunakan proses imaging agar bukti asli tidak rusak.

Kemudian selain analisis dokumen, wawancara kepada beberapa pihak juga dapat dilakukan. Dalam metode wawancara terdapat aturan tentang urutan pihak-pihak mana saja yang akan diwawancara terlebih dahulu. Urutannya adalah sebagai berikut:
1.      Neutral Third Party Witness
2.      Corrobative Witness
3.      Co-Conspirator
4.      Suspect
Dalam urutan tersebut, tersangkan utama selalu diwawancarai paling akhir. Hal ini dikarenakan agar akuntan forensik memiliki bukti-bukti yang cukup untuk menyatakan bahwa pihak tertentu merupakan pelaku dari sebuah kecurangan.

Fraud Theory acceptance or Revision. Kemudian tahapan selanjutnya adalah apakah suatu teori fraud dapat diterima maupun direvisi. Dalam tahapan ini ditentukan apakah fakta-fakta yang ada sesuai dengan skenario yang telah ditentukan. Jika ya berarti hipotesis diterima, sedangkan jika tidak maka hipotesis akan direvisi.
Pada tahapan akhir adalah pelaporan. Pada tahapan ini akuntan forensik akan melaporkan hasil temuannya. Dalam pelaporan akuntan forensik tidak boleh mengemukakan opini. Dalam hal ini hanya diperbolehkan memberikan sebuah masukan atau rekomendasi agar pihak lain dapat beropini. Jika akuntan forensik berfungsi sebagai saksi ahli di pengadilan maka akuntan forensik dengan temuannya memberikan rekomendasi kepada hakim supaya dapat memberikan opini. Hal ini  hakim merupakan pihak yang berwenang untuk menenetukan salah benarnya seorang pelakuk kecurangan.  

Artikel ini dibuat dalam rangka tugas mata kuliah metode dan tekhnik investigasi
Nama: Ari Santoso
NIM: 13919023
Dosen: Yudi Prayudi S.Si.,M.Kom

Senin, 06 April 2015

Ilmu Forensik: Penerapan Locard Exchange, Frye Standard & Daubert Criteria dalam Akuntansi Forensik.


Locard Exchange
 Dalam sebuah penyelidikan kasus tindak kejahatan, dibutuhkan adanya pengumpulan bukti. Karena bukti sekecil apapun dapat memberikan petunjuk dalam pengungkapan suatu kasus kejahatan. Oleh karena itu, seorang penyelidik dalam hal ini harus jeli dalam pengumpulan sebuah bukti. Selain itu dibutuhkan kehati-hatian dari seorang penyelidik agar bukti yang didapatkannya tidak rusak dan dapat digunakan dalam proses penyelidikan lebih lanjut. Karena bukti-bukti tersebut nantinya akan dibutuhkan dalam pengadilan. 

Dalam pengumpulan bukti, penyelidik mengacu pada Locard Exchange. Prinsip ini dicetuskan oleh Edmond Locard, seorang ilmuwan dalam bidang forensik. Dalam prinsip tersebut dijelaskan bahwa setiap kontak dari 2 item berbeda akan selalu meninggalkan jejak. Maka dari itu sering kita lihat, baik di berita-berita kasus dan juga pada film serial detektif, dimana seorang penyelidik atau detektif mencari dan meneliti barang bukti. Karena dari barang-barang tersebut biasanya meninggalkan jejak yang diduga berinteraksi langsung dengan pelaku kejahatan. Jejak-jejak tersebut dapat berupa sidik jari, bercak darah atau helai rambut. Disini penyelidik dituntut harus dapat menemukan, menganalisa dan juga menganalisis jejak-jejak tersebut. Beberapa elemen kunci dalam Locard Exchange antara lain:
  • Observasi secara rinci
  • Penalaran secara logis dan tepata
  • Pengaplikasian teknik observasi yang tepat
  • Penginterpretasian hasil yang didapat

Disamping itu, penyelidik juga harus berhati-hati dalam mengelola bukti-bukti yang telah didapat. Sebagaimana yang dijelaskan dalam Locard Exchange dimana kontak sekecil apapun akan meninggalkan jejak, maka penyelidik juga tidak boleh meninggalkan jejak pada bukti yang didapatnya. Untuk itu sering kita lihat pada berita-berita kriminal dimana petugas dari laboratorium forensik biasanya menggunakan sarung tangan karet untuk menghindarai kontak langsung bagian tubuh dengan bukti fisik. Selain itu untuk mengamankan bukti, biasanya digunakan pula sebuah wadah khusus(biasanya berupa plastik) untuk melindungi barang bukti dari kontak langsung.

Bagaimana dengan Akuntansi Forensik? Penanganan bukti yang berupa fisik dalam Akuntansi forensik sebetulnya hampir sama dengan yang dilakukan pada penyelidikan forensik lainnya. Bukti-bukti dalam Akuntansi forensik berupa bukti-bukti transaksi, dokumentasi, laporan keuangan dan catatan-catatan lainnya. Tetapi yang menjadi masalah adalah bagaimana jika bukti-bukti yang ditemukan berupa bukti digital? Karena bukti digital cenderung lebih sensitif daripada bukti fisik, maka dari itu Akuntan Forensik biasanya akan dibantu oleh seorang yang ahli dalam bidang digital forensik untuk memperoleh bukti digital, atau dalam digital forensik disebut akuisisi.

“DON’T USE ORIGINAL EVIDENCES TO ANALYZE”
Untuk mengakuisisi bukti digital maka diperlukan beberapa metode khusus. Salah satu metodenya adalah dengan cara imaging. Sebagai contoh ketika ditemukan bukti dalam sebuah flashdisk. Seorang penyelidik tidak boleh langsung menganalisa secara langsung flashdisk tersebut. Hal ini karena ketika penyidik menghubungkan flashdisk tersebut ke dalam komputer penyidik, maka alat tersebut akan mengalami perubahan pada metadatanya dan dikhawatirkan file-file yang ada di dalamnya juga akan ikut berubah. Untuk itu flash disk tersebut perlu dibuatkan “tiruannya”. Untuk melakukan proses tersebut ada beberapa software yang dapat dipakai, salah satunya adalah EnCase Forensic Imager, software forensik yang banyak dipakai oleh lembaga penegak hukum di seluruh dunia. Software ini mampu membuat tiruan alat penyimpanan seperti hard disk maupun flashdisk yang berisi bukti-bukti.

Tahapan awalnya adalah menghubungkan flashdisk yang berisi barang bukti kedalam komputer penyelidik. Untuk menghubungkan alat tersebut juga tidak boleh menghubungkan secara langsung, untuk itu penyelidik biasanya menggunakan port yang disebut write blocker khusus untuk mencegah perubahan metadata pada flashdisk tersebut.

Kemudian setelah itu, barulah proses imaging dilakukan. Pada tahapan ini software akan melakukan proses yang disebut Imaging. Proses ini sebetulnya hampir sama dengan proses copy paste akan tetapi file akan dicopy kan sama persis dengan file aslinya dan juga dengan proses ini akan diketahui file-file apa saja yang telah dihapus dari flashdisk tersebut. Tetapi dalam proses imaging cukup memakan waktu, tergantung seperapa besar memori dari alat penyimpanan yang berisi bukti-bukti tersebut.

Setelah tahapan imaging selesai, barulah akuntan forensik memainkan peranannya untuk menganalisis. Dalam analisis data akuntan forensik dapat melakukan prosedur audit atau prosedur-prosedur lain seperti follow the money.

Daubert criteria & Frye Standard
Setelah proses analisis data investigasi lainnya telah selesai maka selanjutnya adalah tahapan persidangan. Seorang penyelidik maupun akuntan forensik berperan sebagai saksi ahli. Dalam persidangan, seorang akuntan forensik tidak boleh memberikan opini, melainkan sebuah masukan atau rekomendasi agar orang lain dapat beropini. Orang lain dalam hal ini adalah hakim yang memberikan putusan akhir.

Untuk dapat memberikan opini maupun rekomendasi kepada hakim, maka seorang penyelidik harus mengikuti aturan-aturan tertentu, yaitu Daubert Criteria dan Frye Standard.

Daubert Standar menyediakan aturan bukti mengenai diterimanya kesaksian para saksi ahli. Dauybert Criteria menggunakan keterangan dari saksi ahli akan tetapi ada tim juri yang memberi penilaian dan msukan kepada hkim terhadap keterangan yang telah diberikan oleh saksi ahli tersebut. Menurut standard Daubert , proses identifikasi bukti yang relevan dan reliabel meliputi 4 kriteria mendasar yaitu:
  • Apakah sebuah prosedur telah teruji dan bagaimana cara pengujian prosedur dan hasilnya.
  • Error rate. Seberapa besar tingkat kesalahan dari prosedur yang digunakan
  • Publication. Prosedur yang telah diuji dan diakui dan yang akan digunakan harus sudah dipublikasikan.
  • Acceptance. Prosedur yang digunakan harus sudah diterima secara umum oleh komunitas ilmiah atau lembaga ilmiah.
Selain Daubert Standard aturan dalam persidangan yang lain adalah Frye Standard. Dalam Frye Standard bukti ilmiah akan dapat diterima dan digunakan dalam sidang pengasialn apabila barang bukti tersebut diterima dan diakui oleh para ahli dalam bidang yang sesuai dengan batang bukti tersebut. Hal ini terkait dengan prosedur, prinsip dan tekhnik  yang dapat diajukan dalam sidang kasus di pengadilan. Dalam penerapan Frye Standard harus menyediakan sejumlah pakar/ahli dibidang terkait dengan perkara yang disengkatan untuk memberi keterangan/ saksi ahli kepada hakim. 

Artikel ini dibuat dalam rangka tugas mata kuliah metode dan tekhnik investigasi
Nama: Ari Santoso
NIM: 13919023
Dosen: Yudi Prayudi S.Si.,M.Kom