Anime mungkin sesuatu yang akrab
banget sama generasi yang lahir 90-an. Gimana enggak? Setelah seminggu penuh
sekolah, maka pada hari minggu kita biasanya bakal santai-santai seharian. Dan
tontonan wajib kita tak lain adalah anime. Dari terbit fajar sampe siang
bolong, deretan anime selalu ada untuk menemani hari minggu kita. Mulai dari
doraemon sampai dragon ball, kita semua tentu hafal dari A-Z. Tetapi seiring
berjalannya waktu, anime makin susah ditemukan. Tayangan diganti sama sinetron
ato acara tv lain yang sebenarnya ga bermutu.
Sebagai bagian dari generasi
90-an, saya masih suka nonton anime hingga sekarang. Walaupun umur saya sudah
kepala 2, saya masih suka mengikuti anime. Untuk mendapatkan anime sekarang
ini, biasanya saya mendownload dari situs-situs tertentu atau kalau tidak mau
lama menunggu siapkan saja flash disk dan pergi ke warnet, copy-paste, tontonan
anime siap dinikmati dan lebih nikmat lagi kalau ditemani secangkir teh atau
makanan kecil.
Belakangan ini saya lagi suka
nonton anime yang bergenre komedi. Kebetulan saya juga lagi bosan sama anime
yang isinya superhero, jurus maut, monster dan sebagaimana anime mainstream
pada umumnya. Setelah browsing di beberapa situs dan blog, akhirnya saya
menemukan 1 buah anime berjudul ‘Gin No Saji’ atau jika ditranslate menjadi
“Silver Spoon”. Segera saja saya menuju warnet langganan saya yang lengkap
menyediakan film khususnya anime.
Anime berjudul Gin No Saji ini
sebetulnya anime dengan ide cerita yang sangat sederhana, yaitu anak remaja
yang bersekolah di akademi peternakan setingkat SMA(mungkin sejenis SMK kalo di
Indonesia). Diangkat dari komik yang berjudul sama, karangan Hiromu Arakawa
yang populer dengan karyanya yang sudah kita kenal, Fullmetal Alchemist.
Menceritakan seorang Yugo Hachiken, seorang remaja yang terdampar di akademi
agrikultural Yezo yang terletak di Hokaido. Yugo yang berasal dari Sapporo
akhirnya bersekolah di akademi karena keinginannya yang ingin pergi jauh dari
orang tuanya. Berbeda dengan teman-teman sekolahnya, dia sebenarnya gak punya
minat dalam bidang agrikultur. Itu terlihat ketika pada pertama masuk sekolah
dia sangat tidak tahan harus berkotor-ria mengurus hewan ternak yang bau.
Tetapi dibalik itu semua, sebenarnya dia sangat iri melihat teman-temannya yang
sudah memiliki tujuan hidup, sementara dia belum punya tujuan apa-apa.
Dalam ceritanya, Yugo bertemu
dengan bermacam-macam teman baru dan juga guru-guru yang memiliki kemampuan dan
kepribadian yang unik. Kemudian akhirnya dia belajar bahwa kehidupan di sekolah
agrikultur Yezo sangatlah berat. Perlahan Yugo dapat menyesuaikan
dengan lingkungan barunya itu. Dia juga akhirnya berubah yang semula merupakan
remaja yang tak acuh hingga menjadi orang yang penuh empati dan semangat, ini
semua karena dia belajar bagaimana dunia agrikultur telah merubah hidupnya dan
teman-temannya.
Secara keseluruhan anime ini
menceritakan kehidupan Yugo dan teman-temannya sebagai siswa sekolah
agrikultur. Mengikuti pelajaran di kelas, praktikum lapangan, mengurus ternak
adalah kegiatan sehari-hari yang harus dilakukan setiap siswa. Selain mengikuti
kegiatan sekolah Yugo dan teman-temannya juga diwajibkan untuk mengikuti
kegiatan di klub sekolah. Selain itu, anime ini juga dibumbui oleh
adegan-adegan kocak sebagaimana film anime bergenre komedi.
Selain menceritakan kehidupan
murid sekolah. Dalam anime ini juga terselip ilmu bidang agrikultur, seperti
peternakan dan pertanian. Dalam beberapa adegan beberapa tokoh dalam anime ini
juga sering terlibat dialog mengenai masalah-masalah pertanian dan peternakan.
Terkadang muncul istilah-istilah dalam agrikultur yang dijelaskan oleh para
tokohnya dengan bahasa yang bisa dibilang cukup sederhana. Jadi selain
mendapatkan hiburan, kita juga mendapatkan ilmu tentang agrikultural. anime ini bisa menjadi alternatif yang sangat recomended jika anda bosan dengan anime bertema superhero yang itu-itu saja.
Setelah menonton anime ini,
pemikiran saya tentang pendidikan menjadi terbuka. Dari beberapa anime yang
pernah saya tonton sebelumnya ada beberapa yang mengandung unsur edukasi. Jika
Gin No Saji terdapat pengetahuan mengenai agrikultur maka beberapa anime lain
seperti Samurai X yang memasukan unsur sejarah di dalamnya. Memang tidak begitu
mengena, namun setidaknya dapat mengenalkan sejarah ke anak-anak yang biasanya
menggemari film kartun
Selain itu, game buatan jepang
juga ada beberapa yang memasukan unsur edukasi di dalamnya. Sebut saja game
Samurai Warrior yang sangat laris tidak hanya di Jepang, namun juga di
Indonesia. Perusahaan pengembangnya, Koei mungkin ingin mengajak para gamer
untuk merasakan suasana peperangan yang terjadi dan menjadi bagian dari sejarah ketika mereka bermain menggunakan
tokoh-tokoh yang ada dalam game tersebut seperti Yukimura Sanada atau Oda
Nobunaga.
Dalam hal ini Jepang berani
menggunakan media-media seperti komik(manga), film kartun dan video game
sebagai sarana pendidikan. Beberapa hal yang sangat dipandang sebelah mata oleh
orang Indonesia. Mungkin sama seperti yang lain, saya sebagai generasi 90-an
yang tidak kekurangan hiburan pasti pernah
mendapat teguran dari orang tua,”kamu kok senengnya nonton kartun terus. Nanti
jadi bodo lo”. Kalimat seperti itu pasti sering terdengar di antara kita. Namun
jika mereka mau berpikir sedikit saja. Sebenarnya banyak sekali pelajaran moral
yang didapat dari film kartun.
Barangkali kita mendapat
pelajaran tentang persahabatan dari film Naruto. Belajar tentang kerjasama tim
yang solid dari film Captain Tsubasa. Atau kita belajar tentang pentingnya
menghormati guru dari film Kungfu Boy. Hal-hal semacam itulah yang mungkin
tidak akan pernah kita pelajari dari buku pelajaran. Namun semakin kesini,
kesenangan kita dan media pembelajaran moral kita semakin berkurang. Diganti
dengan program-program yang justru malah bersifat merusak.
Mungkin ada baiknya kita sedikit
menengok ke negara yang dahulu pernah menganggap diri mereka saudara tua.
Walaupun mereka tadinya pernah meninggalkan derita kepada kita, namun tak ada
salahnya kita belajar dari mereka. Setidaknya mereka yang dahulu menjajah kita
telah menemukan cara bagaimana belajar tidak terasa membosankan. Mereka juga
telah menemukan cara belajar yang menyenangkan dimana memadukan edukasi dan
entertainment. Cara yang cukup brilian mencampurkan ilmu pengetahuan,
seni, teknologi dan hiburan yang dimana hasilnya secara tak langsung dapat juga kita nikmati.
Kemudian muncul pertanyaan,
apakah kita bisa seperti mereka? Maka saya akan menjawab, ya tentu saja. Di Indonesia saya yakin tidak
akan kekurangan orang-orang yang kreatif dan peduli kepada kondisi moral
bangsa. Dengan adanya orang-orang yang kreatif tersebut, kita akan merubah cara
belajar kita yang tadinya membosankan menjadi lebih menyenangkan. Dengan lebih memberilan mereka ruang & kesempatan kepada para pelaku industri kreatif. Tentunya juga kerjasama dari banyak pihak. banyak cara yang dapat dilakukan, asalkan ada niat.
Boleh jadi sebentar lagi kita akan mudah
mempelajari sejarah dengan video game seperti samurai warriors namun dengan
setting kerajaan Majapahit. Atau kita akan memainkan game tembak-tembakkan tetapi dengan
berlatar serangan umum 1 maret atau Bandung lautan api.
Sekarang ini mungkin adalah saat
yang tepat. Dengan pemimpin yang aktif menggencarkan ‘revolusi mental’ dan
menteri pendidikan yang memiliki visi. Kita pasti memiliki kesempatan untuk
berubah ke arah yang jauh lebih baik lagi.